*PELET*
Hari itu menjadi puncak kemarahan sang suami.
Beliau datang membawa istrinya, yang menurut dugaan keluarga, sedang terkena pelet.
Beliau menceritakan perubahan perubahan yang terjadi pada istrinya.
Sebenarnya beliau nyaris tidak menemukan hal aneh dalam diri istrinya, pada awalnya. Sang istri tetap menjalankan kewajiban sehari hari dengan baik.
Hanya anak anak nya yang ternyata lebih peka.
Sang ibu, tidak lagi perhatian dengan toko. Sibuk dengan hp saja. Selalu marah saat hp dipinjam suami.
Rupanya itulah awal mula bencana orang ketiga menyusup dalam rumah tangga ini
Sang suami sangat baik. Bahkan luar biasa.
Beliau bilang “ saya akan pertahankan istri saya, semampu saya. Karena dia adalah amanah, dan saya mencintainya.”
“Dia berulang kali meminta saya menceraikannya. Tapi saya tidak tahu kenapa harus cerai. Saya tidak pernah marah kepada istri saya. Sekali pun belum pernah.”
“Saya tidak pernah memanggil nama, kepada istri saya, sejak awal nikah. Selalu saya panggil dengan sebutan yang baik. Itulah sebabnya, saya sangat heran, tanpa sebab yang jelas, istri saya selalu meminta cerai.”
“Hingga akhirnya saya mulai sita hp nya, saya baca satu persatu SMS dan WA nya.”
“Dari situ saya tahu bagaimana hubungan istri saya dengan laki laki tersebut”.
“Saya marah, sedih dan kecewa. Tapi saya harus mempertahankan keluarga saya. Istri saya biasa ngisi majelis taklim, ketua penggerak pengajian ibu ibu di kampung. Anak anak malu dengan kejadian ini.”
Demikian penjelasan sang suami panjang lebar.
“Ibu, apakah ibu sadar dengan apa yang sudah terjadi?” tanya saya kepada ibu tersebut.
“ iya, saya sadar, tapi saya tidak bisa mengendalikan diri saya. Saya selalu terbayang bayang laki laki itu, ingin sekali bertemu.” Jawab beliau.
“ kemarin saya ceritakan semuanya kepada suami, apa yang terjadi pada saya, setelah beliau tahu.” Lanjutnya.
“Ibu, kita abaikan dulu tentang jin nya. Saya ingin bertanya kepada ibu. Jika nanti diakhirat masalah ini diadili di akhirat, kira kira yang akan ditanya adalah jin nya atau ibu sendiri?” tanya saya.
“Jika ibu menghabiskan waktu bersama laki laki itu, mengabaikan hak suami dan anak anak, atau berduaan dengan laki laki itu. Siapa yang akan ditanya oleh Alloh di akhirat nanti, Ibu atau jin yang menggaggu ibu?” tanya saya lagi.
“Saya, pak”, jawab beliau.
“Nah, itulah hal mendasar yang harus ibu pegang baik baik. Kita lah yang akan bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan. Dekat dengan lawan jenis, istri orang, suami orang termasuk dosa besar yang seribg diabaikan. Memberikan perhatian lebih pada suami atau istri orang adalah dosa dan pintu dosa dosa besar lain. Kita boleh takut dengan ancaman gangguan sihir, tapi kita harus lebih takut dengan dosa. Pertanggung jawaban akhirat sungguh sangat berat.” Saya coba mengarahkan pemahaman beliau.
“ ibu, abaikan dulu sihir atau pelet nya, itu diselesaikan nanti. Yang terpenting harus diselesaikan saat ini adalah bertaubat, kembalikan hak suami dan keluarga. Minta maaflah pada mereka.” Pinta saya sebelum ruqyah dimulai.
Ibu itu kemudian meminta maaf pada suami. Sang suami sabar dan mendoakan istrinya.
Ruqyah dimulai.
Ibu itu muntah-muntah……
Setelah beberapa saat, ruqyah saya akhiri.
Dan saya minta mereka melakukan terapi mandiri :
a. Suami meruqyah istri dengan doa atau surah yang mudah. Boleh surah surah pendek, Yasin, atau yang lain. Dibaca pagi dan sore.
b. Istri dibasuh dengan zam zam yang sudah diruqyah. Dan diminumkan zam zam
c. Habbatusauda cair dioleskan di leher dan dada menjelang tidur.
d. Mandi air ruqyah 1x sehari.
Kemudian, saya minta mereka datang 1 pekan berikutnya.
1 pekan kemudian mereka berdua datang.
Wajah sang istri terlihat cerah, cara bicaranya ceria.
Beliau berdua datang minta untuk diruqyah kembali.
Alhamdulillah tidak ada reaksi apapun.
Mereka menceritakan bahwa mereka menjalankan terapi mandiri berdua.
“sebelum ruqyah kemarin, saya sadar melakukan hal buruk, tapi sama sekali tidak ada penyesalan dalam hati saya, seperti tidak merasa bersalah” terang sang ibu kepada saya.
“Alhamdulillah, semoga semua segera membaik, dan tolong nanti rumah juga diruqyah, pake air bidara atau air ruqyah. “ jawab saya mengakhiri pembicaraan.
M. Nadhif K.