[ JIN PENUNGGU TALI PUSAR ]
(Kisah nyata gangguan ‘syahwat makan anak’ dari khurofat tali pusar yang mengakar di Nusantara)
Bismillah
saya ingin sharing cerita sahabat saya, Ummu Kamal, yg menurut saya sangat luar biasa. maaf dlm tulisan ini saya banyak menyebut merek produk, agar pembaca lebih mudah memahami.
Sahabat saya ini punya 2 putra, si sulung usia 9th dan bungsu 4th.
keduanya sangat doyan makan. yg menurut kami kebiasaan makannya sdh tdk wajar. memang melihat anak makan lahap dn banyak, orang tua pasti senang. tapi yang ini sudah tdk sesuai dg usianya lagi.
contohnya, pagi sebelum sekolah, tiap anak minta sarapan sebungkus nasi kuning dg lauk doubel, daging dn telur. nasinya sendiri sdh porsi pria dewasa. mereka habiskan dg lahap, tanpa mau berbagi dg siapapun.
sampai di sekolah, masih minta kue kue basah. jam 9 pagi waktunya makan di sekolah, mereka makan salad buah yg tdk cukup 2x tambah.
lalu masih minum susu ultra kotakan sebelum jam makan siang.
makan siang nasi dg telur 2. bisa tambah 2 sampai 3x, dg porsi orang dewasa. sblm tidur siangpun msh minta susu. biasanya tiap anak minum susu ultra 1liter habis dalam sehari saja.
minum air putih bisa sekali tenggak botol ukuran 500ml.
sore, makan indomie tdk cukup 1 bungkus, pasti tambah, dg telur ceplok 2. tambah lagi jajan pentol bisa 3x belanja. main bola, pulangnya minum teh pucuk 3 botol. snack sore biasanya minta wafer richeese nabati sktr 3 bungkus. belum lagi es es murah, tdk prnh absen.
malamnya sesudah maghrib makan nasi lagi, dan selalu tambah. sebelum tidur biasa makan lagi. nanti jam 1 malam bangun utk buang air, biasanya merengek minta makan dn minum seperti org yg kelelahan lari marathon.
selesai makan tengah malam itu, si anak sudah sulit tidur kembali. terus saja terjaga sampai waktunya sklh. seringkali sblm jam sekolah selesai, anaknya sdh lelah dn mengantuk. siklusnya begitu terus.
saat minta makan, tingkahnya seperti org yg sungguh kelaparan kehausan. padhl baru saja selesai makan tapi langsung minta makan lagi.
hampir tidak ada makanan yg ditolak. teh dua daun segelas penuh habis, dan anaknya msh sanggup makan nasi.
pengeluaran belanja sehari utk 2 anak ini sktr 50rb hanya untk snack, susu, dn jajan ringan lainnya. belum termasuk nasi, telur, mie, dan makanan berat. padhl ortunya bukan dri kalangan yg keuangannya berlebihan. jd memang cukup membingungkan.
tapi anehnya, yg kakak badannya kuruuus sejak kecil. sering dirawat d rmh sakit. amandel sdh dipotong, bahkan masalah terakhir, ada ususnya yg terlilit sampai hrs melalui tindakan medis yg sangat menyakitkan.
yg adik gemuk berisi, tapi tetap wajar ukuran badannya. yg rasanya tdk mungkin makan sebanyak itu, badannya biasa2 saja. anaknya mudah lelah, sering sakit walau tdk separah kakaknya.
keduanya saling rukun menyayangi, tapi sulit jika berbagi makanan.
mereka jg kadang menyulitkan jika dibawa bertamu. berani minta makan kepd tuan rumah, sampai org sering tdk tega dn mengira si anak belum diberi makan olh org tua. asal melihat sedikit saja bungkus makanan atau minuman, berani diminta. jika tercium aroma telur digoreng, atau masakan lainnya, pun tdk malu utk meminta.
paling sering anak meminta makan justru saat azan berkumandang, sehingga menyulitkan org tua yg mau segera sholat. terutama saat azan maghrib yg harusnya anak2 diam di dalam rumah, mereka malah menggebu2 keinginan keluar utk berbelanja snack.
suatu hari beliau diminta utk bongkar tempat menimbun tembuni anak2nya dn bakar tali pusarnya oleh peruqyah sebagi solusi bagi masalah yg dihadapinya..
adat disini, jika bayi lahir, tembuninya diletakkan di kendi, lalu dikubur. diatas tanah kuburnya diletakkan ember yg dibalik, lalu diberi lampu neon, ditaburi bunga2. tembuni dianggap kembaran si anak yg akan bermain dn menemani si anak. biasanya anggapan mereka, jika bayi tertawa2 sendiri tanpa diajak bermain, berarti kembarannya itu yg sedang mengajak bermain, na’udzubillah.
tdk lupa diletakkan pula benda2 filosofis lainnya.
terasi, agar anak pintas memasak. buku yasin agar anak pandai membaca al qurãn. pensil dn buku agar anak pandai dlm belajar. dll.
penerangan diberikan selama 40hr sejak kelahiran.
sedangkan tali pusar bayi yg kering dn lepas, disimpan di rumah. jika ada 2 anak, maka pusarnya diikat jadi satu dg harapan anak2 menjadi rukun dn saling menyayangi. jika anak sakit, anak diminumkan air rendaman tali pusar ini akan sembuh.
alhamdulillah Allah mudahkan beliau segera membongkar sedikit tanah kuburan tembuni anak2 yg sdh tertutup semen, dan menyiramnya dg air yg dibacakan ayat2 ruqyah olehnya sendiri. walau agak berdebat dg org tua.
lalu tali pusar kedua anaknya yg sdh kering itupun dibakar, setelah membaca ayat qursy dn meludahinya.
masyaaAllah saat pusar terbakar, beliau merasakan sensasi aneh berupa merinding, serasa ada yg berjalan jalan di sekujur tubuh. kepala dn pundak terasa beraat sekali. setelah api padam dn semua terbakar habis, alhamdulillah badan terasa ringan kembali.
beliau bakar siang hari. sore harinya, biidznillah, anak2 menunjukkan perbedaan yg luar biasa.
hari ini (sabtu 29 april 2017) adlh hari ke 5 sejak tali pusar dibakar.
anak2 tidak lagi minta makan penuh emosi.
pagi hari hanya minum teh, siang makan nasi sewajarnya. d sekolah jajan hanya sedikit. bila sore sdh makan, maghrib tdk mau makan lagi, kenyang katanya. pdhl sebelumnya hampir tdk prnh mereka menolak makanan.
tengah malam jg tdk prnh bangun minta makan. selesai buang air kecil, langsung tidur lagi sprti biasa. emosi anak jd lbh stabil.
jajanan kesukaan anak berserakan dirumah, tidak disentuh. pemilik warung sampai bingung kenapa di jam2 yg biasanya anak2 dtg ambil makanan kok tdk prnh dtg lagi. pedagang pentol nongkrong lama di depan rmh tdk digubris.
praktis pengeluaran uang harian jd jauuuhhh lbh hemat.
selama 5 hr ini, masing2 anak hanya mendapat jatah 5rb rupiah, itupun sering tdk habis dibelanjakan.
orang tua merasa lbh tenang, lbh santai, dan anak2 jg mudah berbagi makanan kpd org lain, tdk sprti sebelumnya.
laa hawla wa laa quwwata illaa billaah
Ditulis Oleh;
UMMU BASSAM, BALIKPAPAN
(Peserta Bimbingan Terapi Al Baqarah 1)
Reepost , Syuhada Hanafie III